Musim hujan sudah berlalu sekitar tiga minggu.
Mosquidro dan Edes Edilia, sepasang naymuk suami istri sangat tegang
menyaksikan pupa-pupa mereka yang hari ini akan terbuka.
“Semoga mereka bisa melewatinya dengan
baik...” harap Edilia dengan gundahnya, sambil memandang ke genangan air yang
ada di baskom bekas.
Sebuah pupa kemudian terlihat membuka, diikuti
oleh pupa disebelahnya.
“Suamiku, lihat!!”
Seekor nyamuk keluar dari pupanya, dia bersiap
terbang. Satu gerakan cepat seperti melompat dilakukannya, kini dia sukses
melakukan penerbangan pertamanya, ayah dan ibunya menyambutnya.
“Ayo nak, istirahat dulu. Biar nanti kamu bisa
terbang dengan lebih baik,” saran Mosquidro, Edilia memandunya untuk terbang ke
tepian jendela. Sedangkan Mosquidro tetap melayang di atas baskom menunggu pupa
yang satunya. Nyamuk baru itu berusaha sekuat tenaga keluar dari pupanya.
“Ayo nak...” desah Mosquidro
“Bagaimana?” Albopictusitopang, saudara
Mosquidro dari hutan datang.
“Setelah yang satu itu, kami langsung pergi.”
“Tapi sepertinya dia akan gagal,” ucap
Albopictusitopang melihat keadaan di bawah sana.
Tiba-tiba satu pupa terbuka lagi, kedua nyamuk
itu keluar bersamaan. Naas, nyamuk yang sudah lama berjuang keluar dari pupa,
sayapnya menyentuh air.
“TIDAAK!!!” teriak Edelia dari tepi jendela.
Kemudian dia menangis, Mosquito dan Albopictusitopang menghampirinya.
“Tenanglah, Edelia. Itu sudah kita maklumi,”
kata Albopictusitopang mengingatkan Edelia tentang kehidupan.
“Tidak papa Edelia, itu satu lagi membutuhkan
kita,” tunjuk Mosquidro pada nyamuk yang sudah melayang di atas baskom. “Ayo
sini, nak.”
“Baiklah, kamu yang lebih dahulu keluar aku
beri nama Aegisilsilia, dan kamu Aegyptiana,” kata Mosquidro.
“Selamat Mosquidro, kali ini kau dapat betina
semua,” kata Albopictusitopang.
“Baiklah anak-anakku, sebenarnya di bawah sana
masih banyak saudara-saudara kalian. Tapi kami hanya memilih yang pertama,
itulah kalian. Sebelum kalian mulai mengenal dunia luar, ayah ingin
menyampaikan apa yang selalu disampaikan kakek-kakek kita, ‘dalam hidup yang
sebentar ini, matilah di tepukan tangan yang tepat.’ Ingatlah itu. Tidak semua
manusia yang memukul kita dengan hati pada Tuhannya.”
-o0o-
“Wuhu... Aegyptiana, liat ini!!!” seru
Aegisilsilia memamerkan manufernya.
“Biasa aja. Liat aku nih,” Aegyptiana meluncur
dengan cepat menuju seorang manusia. Jleb!!! Tiba-tiba saja probosis Aegyptiana
menancap di pergelangan manusia itu, dia mulai menghisap darah.
“O-Em-Ge... itu bagian yang sangat berbahaya,
Aegyptiana. Dia bisa dengan mudah memukulmu!” Aegisilsilia memperingatkan
Aegyptiana. Tidak lama kemudian, tangan orang itu meluncur hendak memukul
Aegyptiana. Dengan lincah, Aegyptiana terbang melewati sela-sela jari orang
itu. PLAKK!! Meleset tentunya.
“Haha... kali ini aku yang unggul,” seru
Aegyptiana. Dia kemudian terbang menuju gorden, Aegisilsilia mengikutinya.
“Oke, aku mengaku kalah. Sekarang kita pulang
yuk.”
“Tunggu, aku masih lapar,” sahut Aegyptiana.
“Tunggu,” tahan Aegisilsilia. Terlambat,
Aegyptiana sudah terbang menuju penghuni rumah yang lain. Aegisilsilia terpaksa
terbang mengikutinya.
Aegyptiana mendarat di leher calon korbannya.
Dia menancapkan lagi probosisnya. Aegisilsilia memperhatikan di udara, kali ini
dia melihat sesuatu yang lain dari adiknya. Tidak lama, Aegyptiana kembali
terbang.
“Kamu bermasalah dengan probosismu?” tanya
Aegisilsilia.
“Sudahlah, mungkin darahnya emang ngadat, jadi
aku susah nyedotnya,” jawab Aegyptiana, dia menuju korban yang lain.
“Mending kita pulang saja, ini sudah hampir
sore,” ajak Aegisilsilia.
“Aku masih lapar, Aegis...” Aegyptiana mulai
jengkel. Kini dia mendarat di korban yang lain. Keadaannya sama, dia hanya
menancapkan probosisnya, tapi tidak bisa menyedot darah.
“Ada yang salah dengan kamu,” ucap
Aegisilsilia.
-o0o-
Setelah menceritakan kejadian di tempat kerja,
Mosquidro membawa Aegyptiana ke tempat Albopictusitopang. Mosquidro
menceritakan kembali apa yang sudah diceritakan Aegisilsilia kepadanya.
“Apa benar apa yang dikatakan ayahmu itu,
nak?” tanya Albopictusitopang.
“Seperti yang Anda dengar, om,” jawab
Aegyptiana dengan sopan.
Albopictusitopang memeriksa tubuh Aegyptiana
sebentar, lalu dia menghela napas, memandang pada Mosquidro.
“Apa anakku mendapatkan itu?” tanya Mosquidro
dengan takut. Albopictusitopang mengangguk prihatin. Mereka kemudian memandang
Aegyptiana.
“Apa? Ada apa ayah, om?” Aegyptiana mulai
takut.
“Ada makhluk jahat ditubuhmu, nak. Dengeu.
Dari dulu dia selalu mengganggu kita, menyebabkan penyakit mematikan pada
manusia, dan kita lah yang selalu disalahkan untuk hal ini,” Albopictusitopang
menjelaskan.
“Kita... eng... maksud ayah kalian para betina
memang meminta protein dari darah manusia untuk meneruskan generasi, tapi kita
bukanlah pembunuh. Ayah harap mulai hari ini kamu jangan lagi menggigit manusia.”
Mosquidro tahu betul apa yang akan terjadi
pada anaknya dengan permintaanya tersebut. Makhluk hidup manapun yang tidak
makan pasti akan mati.
“Ayah tega membiarkan aku mati?” Aegyptiana
mulai terisak. Albopictucitopang hanya diam.
“Nak, semua dari kita pasti mati. Dan ayah
harap kematianmu tidak sia-sia...”
“Iya. Kematianku untuk menelurkan telur-telur
baru, ayah. Untuk itu aku harus menghisap darah!!” Aegyptiana memotong kalimat
ayahnya, dia membentak.
“Kali ini situasinya beda, nak. Matilah dengan
tidak menyebabkan kematian kepada manusia.”
“Ayah!!” dengan tergesa-gesa, Aegisilsilia
datang menghampiri mereka.
“Ada apa, Aegisilsilia?” tanya Albopictusitopang.
“Salah satu anggota keluarga mereka ada yang
teridentifikasi DBD. Mereka memanggil tim kesehatan, sekitar satu jam lagi
mereka akan datang...”
“Foging. Amankan yang lainnya,”
Albopictusitopang memberi komando.
“Manusia sialan! Biar kugigit mereka semua!”
seru Aegyptiana, dia meluncur dengan cepat.
“Aegyptiana!” panggil Mosquidro, tapi
Aegyptiana tidak kembali lagi. Dengan Aegisilsilia dan Albopictusitopang,
mereka mempersiapkan evakuasi.
-o0o-
“Oh, jadi ini orang yang hendak membantai
keluargaku,” Aegyptiana hinggap di tangan seorang anak yang sedang sibuk
belajar.
“Eh, Adi, itu di tangan kamu ada nyamuk!”
teman di sampingnya memberi tahu, orang yang dipanggil Adi itu bersiap
memukulnya.
“Jangan dipukul sayang. Kalau tidak dari kita,
dari mana lagi coba mereka dapat darah. Mereka mintanya cuma sedikit kok,”
orang itu memberi tahu sambil tersenyum. Mendengar itu, Aegyptiana terdiam.
“Kalau kamu tidak tahan dengan gigitannya, usir saja dengan meniupnya.”
PLAKK!! Anak itu tidak menghiraukan perkataan
mamanya. Tapi mamanya tidak ambil pusing. Beruntung, Aegyptiana juga lolos dari
pukulan, dia merenungkan kata-kata ibu itu di gorden tempat dia hinggap
sekarang. Tidak berapa lama, tim kesehatan datang.
“Silakan masuk, pak, bu.” Sambut penghuni
rumah.
“Aegyptiana, cepat kita pergi. Mati dengan
racun dari foging sangat menyakitkan.” Tiba-tiba Aegisilsilia datang.
“Tunggu, sepertinya mereka tidak membawa mesin
foging!?”
“Bagaimana keadaan anak ibu?” tanya salah
seorang petugas.
“Masih terbaring, pak. Itu di kamar.”
“Hmm, semoga cepat sembuh ya, bu. O iya, hari
ini kami mau mengambil sampel beberapa nyamuk di rumah ibu. Apa benar di
sekitar sini banyak nyamuk demam berdarahnya. Ibu tidak keberatan kan?”
Mendengar itu, Aegyptiana mendapat peluang
untuk membayar darah yang telah diambilnya. Sekalian ini jalan kematian yang
bagus untuknya.
“Aegisilsilia, kamu pulang saja. Aku sudah
menemukan jalanku.”
Aegisilsilia memahami keadaan. Dia pun terbang meninggalkan Aegyptiana yang terbang menuju salah satu petugas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar