Senin, 20 April 2015

3 S (Saat Salman Sakit)

Teng teng... teng teng... teng teng... Bunyi bel ganda diulang tiga kali, itu artinya sudah waktunya pulang. Semua anak-anak selalu bahagia kala mendengar kode itu. Begitu pula dengan Iman dan Daud, mereka keluar kelas dengan muka sumringah, walau beberapa menit sebelumnya sangat lemas, karena mengantuk dan lapar.



"Siang ini jadi ke rumah Salman, Man?" tanya Daud memastikan lagi pada Iman.

"Insya Allah, Ud. Selesai makan, aku langsung ke rumahmu."

-o0o-

Seperti yang dikatakan Iman, setelah dia selesai makan siang, dia langsung ke rumah Daud untuk sama-sama ke rumah Salman. Mereka mau menjenguknya yang sedang sakit.

"Daud... Assalamu alaikum..." panggil Iman dari luar. Dia tidak turun dari sepeda gunungnya yang keluaran China. Murah, tapi bagus.

Tidak lama kemudian, Iman keluar dengan sepeda ibunya. Sepeda yang ada keranjangnya, dan di dalam keranjang itu ada kresek besar yang memadatinya. Bingkisan untuk si sakit.

"Yuk, Man..." desak Daud.

-o0o-

Tidak lebih dari lima belas menit, mereka sampai. Lelah memang, namun asik.

"Assalamu alaikum..." ucap Iman dan Daud dari depan pintu rumah Salman. Belum ada jawaban atau sekedar bunyi langkah kaki.

"Panggil lagi, Man," perintah Daud pada Iman.

"Assalam..." Belum selesai Iman berucap, pintu terbuka. Ada mamanya Salman di sana.

"Eh, Iman, Daud. Wa alaikum salaam. Mau menjenguk Salman ya?"

"Iya, tan." Keduanya tersenyum pada mamanya Salman.

"Ayo masuk. Langsung saja ya ke kamar Salman. Dia sedang membaca di ranjangnya."

"Baik tante. makasih."

Kedua anak itu kemudian masuk ke kamar Salman. Di tempat tidurnya, Salman duduk bersila sambil memegang buku yang sedang dibacanya. Sangat khusyuk.

"Assalamu alaikum, gimana nih keadaannya?" Iman duduk di samping Salman sambil merangkulnya. Daud juga duduk di sisi satunya.

"Eh, dua jagoan datang ya. Alhamdulillah baik, guys... Bhuw..." Tiba-tiba pipi salman menggelembung, bersamaan dengan itu dia mengambil ember dari bawah tempat tidurnya. Dia menahan muntah sebelum ember dia siapkan. Setelah ember itu siap, dia melepaskan semuanya. "Bhohohok... huek..."

"Hah... katanya baik," ucap Iman sambil memijat-mijat punggung Salman.

"Hehe... maaf ya aku muntah di hadapan kalian," ucap Salman setelah dia selesai.

"Tapi aku heran sama kamu, Man. Di saat sakit seperti ini kamu masih ceria, sanggup baca buku lagi?" kata Daud.

"Yah, Ud, bagaimanapun aku bersyukur dianugrahi Allah sakit ini..."

"WAT!!!" seru Iman dan Daud bersamaan, mereka juga kompak membuat gerakan badan yang mencondong ke belakang karena kaget, bahkan ekspresi wajah terkejut mereka pun sama. "Maksud kamu?"

"Makanya, selesaikan dulu aku ngomong!"

"Oh. Oke, oke. Maaf. Silakan..."

"Iya. Dengan sakit ini, aku jadi sadar, bahwa ada yang menguasai diriku. Aku ingat bahwa aku hanya manusia, punya kekuatan,namun juga punya batasan. Ini jadi renunganku, bahwa di balik semua yang telah kulakukan ada Allah yang membuatnya terjadi, bukan aku yang hebat. Melalui sakit ini Dia tunjukan padaku, bahwa aku lemah. Sakit ini membuat aku ingat, bahwa aku adalah hamba yang harus taat."

"Hanya itu?" ucap Daud.

PLAKKK!! Tangan Iman mendarat di kepala Daud.

"Kamu gak ngerti juga ya, Ud?" seru Iman yang kesal dengan Daud. "Sederhananya, sakitnya kita itu membuat kita tidak bisa bersombong diri, atau menyatakan diri bahwa kita yang paling hebat. Suatu waktu pasti ada saat dimana kamu tidak mampu melakukan apa-apa. Makanya, shalat!!"

"Nah, itu..." sahut Salman akhirnya, kemudian mereka bertiga tertawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar