Gambar 1. Aku menyebut ini kebaya original
Pertama kali
aku mengenal kebaya itu dari nenekku. Hampir setiap hari beliau memakai kebaya,
namun tentu saja kebayanya bukan seperti kebaya yang sering kalian lihat pada
saat mahasiswi wisuda atau orang-orang di kondangan. Kebaya yang beliau kenakan
sederhana, bukan desainan desainer ternama, tanpa peyet, dan kain tipis, dan
tentu saja beliau mengenakan pakaian dalam lagi. Untuk pakaian bawahnya beliau
mengenakan sarung batik, yang kebanyakannya pemberian dari orang-orang yang
sering menggunakan jasa pijat beliau. Karena nenek saya muslim, beliau
mengenakan semacam kerudung yang dililit sekedarnya di kepala beliau (gaya
remaja putri masa kini).
Melihat perkembangan
kebaya masa kini, terlebih kebijakan beberapa kampus yang menerapkan pemakaian
kebaya pada wisudawatinya, membuat saya tertarik untuk mencari tahu lebih dalam
tentang pakaian adat Indonesia yang satu ini.
Kebaya
adalah blus tradisional yang dikenakan oleh wanita Indonesia yang terbuat dari
bahan tipis yang dikenakan dengan sarung, batik, atau pakaian rajutan tradisional lainnya seperti songket
dengan motif warna-warni. Asal kata kebaya berasal dari kata arab abaya yang berarti pakaian.
Sekitar tahun
1500-1600 M, di pulau Jawa kebaya adalah pakaian yang hanya digunakan oleh
anggota kerajaan Jawa. Selama masa kendali Belanda di pulau itu, wanita-wanita
Eropa mulai mengenakan kebaya sebagai pakaian resmi. Selama masa ini pula,
kebaya diubah dari hanya menggunakan bahan tenunan mori menggunakan sutra,
menjadi sulaman warna-warni.
Pada
masa itu, terdapat satu etnis yang disebut Peranakan. Mereka adalah perpaduan
dari Tionghoa dengan Pribumi Nusantara yang hidup di Malaka. Kebanyakan dari
mereka mempertahankan sebagian besar etnis dan agama asal mereka (seperti
pemujaan leluhur), namun juga berasimilasi dengan bahasa dan budaya Melayu. Hingga
mereka mengambangkan busana yang disebut Nyonya Kebaya, yaitu baju panjang yang
diadaptasi dari Baju Kurung yang merupakan pakaian adat Brunei, Indonesia,
Malaysia, Singapura, dan Thailand selatan, yang panjang (tertutup) dan longgar
(tidak membentuk lekuk tubuh). Nyonya Kebaya ini lah model kebaya yang sering
kita jumpai saat ini, dengan model yang semakin variatif.
Gambar 2. Nyonya Kebaya
Bicara tentang
pentingnya menjaga kebudayaan, saya rasa ada yang lebih penting dari itu, yaitu
agama (keimanan). Apalah artinya budaya jika orangnya tidak mematuhi hukum-hukum
dari Zat yang telah menciptakan jasad dan buminya berpijak saat ini.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar